TANJUNGPINANG, suarafakta.id – Janji pasangan calon Wali Kota Tanjungpinang, Rahma-Rizha, untuk menaikkan insentif RT/RW menjadi Rp 1 juta per bulan mendapat reaksi keras dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemko Tanjungpinang.
Sejumlah pegawai Pemko Tanjungpinang, menyebutkan janji tersebut hanya ‘angin surga’ dan tak lebih dari taktik Rahma untuk menipu masyarakat khususnya RT/RW agar memilih dirinya dalam Pilkada 2024. Sebab, menurut mereka, program ini tidak masuk akal di tengah anggaran daerah yang defisit, kecuali tujuannya untuk pencitraan
Faktanya, Rahma pernah membuat kebijakan rasionalisasi anggaran pada 2023, dengan memangkas TPP PPPK hingga 50 persen. Bahkan Pemko Tanjungpinang akan melakukan efisensi anggaran dengan sasaran memotong TPP PNS sebesar 30 persen, terhitung Januari 2025,
“Janji Rahma menaikkan insentif RT/RW tak akan bisa direalisasikan. Janji dengan Iming-iming insentif Rp 1 juta hanya tipu-tipu dari Rahma. Keuangan daerah sedang morat-marit akibat kebijakan sebelumnya,” ujar seorang PPPK guru Pemko Tanjungpinang yang enggan disebutkan namanya, pada 10 November lalu.
Dengan pemotongan TPP PPPK dan rencana pemotongan TPP PNS, membuktikan anggaran daerah tidak cukup untuk memenuhi janji tersebut insentif tersebut. Apalagi anggaran daerah saat ini lebih difokuskan pada program makanan bergizi gratis Presiden Prabowo dengan alokasi Rp 16 miliar pada APBD 2025.
Rencana peningkatan insentif RT/RW menjadi Rp 1 juta per bulan membutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar, makanya dengan melihat anggaran daerah yang terbatas membuat banyak pegawai pesimis. Kurang lebih dari 920 PPPK di Tanjungpinang hidup sengsara sebagai korban dari kebijakan Rahma.
“Ini janji kosong. Jika Rahma terpilih, insentif Rp 1 juta berujung pembatalan karena rasionalisasi anggaran. Kalau anggaranya tidak ada, lalu bayarnya pakai uang siapa, duit pribadi Rahma, apa ya. Bantuan seragam gratis saja dipangkas, padahal anggaran cuman Rp 6 miliar yang dinikmati ribuan siswa-siswi SD dan SMP,” kritik mereka.
Para PPPK juga menilai Rahma belum layak sebagai pemimpin, apalagi untuk menjadi Wali Kota Tanjungpinang, sebagai ibu kota provinsi Kepri, yang membutuhkan sosok mengayomi, berkualitas dan berintegritas. Rahma bisa menjabat Wali Kota hanya titipan dari almarhum Syahrul, mantan Wali Kota Tanjungpinang.
“Jadi Rahma harus bercermin, ia menjadi Wali Kota, bukan karena dipilih rakyat,” kata sejumlah pegawai yang seolah ditujukan ke Rahma.
Mereka juga mengkritik kebijakan Rahma yang kontradiktif terkait pemotong TPP PPPK, dengan alasan efisiensi anggaran, sementara PNS dan pejabat eselon tetap menerima TPP secara utuh. “Jika alasan efisiensi, mengapa TPP PNS dan pejabat eselon yang menerima puluhan juta per bulan. Ini kebijakan yang kontroversial, diskriminatif dan tidak memberi rasa keadilan,” keluh sejumlah PPPK.
“Apa orang seperti ini yang mau dijadikan pemimpin. Jika Rahma menjadi Wali Kota, apa jadinya Tanjungpinang, lima tahun. Masyarakat akan menderita dan hidup dalam kesusahan, anak-anak kita akan terancam tidak bisa bersekolah, karena dia tidak punya program untuk kesejahteraan masyarkat, kecuali utak-atik anggaran untuk pencitraan dia,” kata sejumlah pegawai meluapkan kekecewaannya.
Selain itu, masyarakat terutama para pegawai, juga kecewa karena program-program strategis yang telah dijanjikan dalam RPJMD 2018-2023 oleh almarhum Wali Kota Syahrul, tidak terealisasi selama kepemimpinan Rahma.
.
“Dalam RPJMD tercatat 18 pembangunan strategis daerah, tapi tidak direalisaikan, padahal itu janji politik kepada masyarakat yang wajib ditunaikan dalam kurun waktu lima tahun. Selama menjabat, program Rahma hanya untuk pencitraan diri,” ujar beberapa warga menyoroti kinerja Rahma selama tiga tahun menjabat Wali Kota.
Ketidakmampuan Rahma dalam menuntaskan janji-janji sebelumnya, ditambah kebijakan yang merugikan pegawai, membuat PPPK dan PNS tidak bersimpati dan membulatkan hati untuk tidak memilih Rahma di Pilkada 2024.
“Kami tidak akan mendukung Rahma. Janji-janji manisnya hanya untuk meraih simpati jelang Pilkada, tetapi tidak peduli dengan nasib kami yang semakin terhimpit. Jangan sampai RT/RW korban Rahma berikutnya, berharap insentif naik, kenyataan insentif yang diterima sekarang, malah dipangkas untuk alasan efisiensi anggaran,” tegas mereka.
Apalagi, dengan rencana pemotongan TPP PNS sebesar 30 persen pada 2025, semakin memperburuk kesejahteraan pegawai. Mereka mengaku sudah punya pilihan yang tepat di Pilkada, yang dinilai benar-benar memperjuangkan kesejahteraan pegawai dan seluruh masyarakat, bukan seperti Rahma hanya ‘omon-omon’ dan janji kosong.