Kalah Telak Lawan Lis, Wali Kota “Dandang Kuali” Diminta Balik Kampung

TANJUNGPINANG, suarafakta.id – Selama menjabat Wali Kota Tanjungpinang, Rahma sering menganggap dirinya paling berkuasa, yang memperlihatkan keangkuhan seperti seorang ratu kayangan yang merasa hebat dari orang lain

Namun, ia lupa bahwa jabatan Wali Kota yang didudukinya bukanlah hasil perjuangannya sendiri, melainkan hanya meneruskan kepimpinan almarhum Syahrul, Wali Kota Tanjungpinang yang meninggal dunia dalam tugas. Jabatan diberikan kepada Rahma hanya karena dia menjadi wakil dari Syahrul dalam Pilkada 2018, bukan karena kualitas kepemimpinannya.

Bacaan Lainnya

Sikap arogansi Rahma semakin terlihat saat dia menghadapi kritik dari berbagai pihak. Ketika kebijakannya yang kontroversial disorot dan dirasa merugikan banyak orang, Rahma tetap ngotot mempertahankannya, seolah-olah suara rakyat tak ada artinya.

Kepemimpinan yang otoriter dan tidak mendengarkan aspirasi warga semakin memperburuk citranya di mata masyarakat Tanjungpinang. Bahkan selama pandemi COVID-19, Rahma tak segan-segan beradu mulut dengan rakyat yang menolak kebijakannya karena menyengsarakan banyak orang.

Kini, hasil Pilkada 2024 menjadi sebuah kenyataan pahit bagi Rahma. Bersama pasangannya Rizha, dia kalah telak dari pasangan Lis-Raja yang mendapat dukungan mayoritas dari masyarakat Tanjungpinang.

Paslon nomor 1 inu hanya meraih dukungan 64.421 suara atau hanya 31 persen, sementara rivalnya, Paslon nomor 2, mendapat sokongan kuat dari masyarakat dengan perolehan 93.360 suara atau 69 persen. Kemenangan Lis-Raja ini sekaligus menjadi pukulan telak yang membuktikan betapa besarnya kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan Rahma.

Kekalahan ini bukan hanya mencerminkan penolakan terhadap kepemimpinannya, tetapi juga menjadi cerminan kegagalannya memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Bahkan, para relawan yang dulu membantu Rahma dalam Pilkada 2018 mengungkapkan rasa kecewa. Mereka menilai Rahma hanya beruntung karena menjabat sebagai wakil Syahrul, yang tidak layak sebagai politisi, namun karena m kebetulan terjun ke dunia politik. Apalagi untuk menjadi seorang pemimpin, kualitasnya jauh panggang dari api.

“Kami tahu persis, Rahma tak punya kualitas sebagai pemimpin. Kalau bukan karena Syahrul, dia tidak akan pernah jadi Wali Kota,” ungkap beberapa relawan yang enggan disebutkan namanya, Kamis (28/11/2024).

Pilkada 2024 menjadi titik balik dalam perjalanan politik Rahma, yang kini harus menghadapi kenyataan pahit, karena dia bukanlah sosok yang dicintai rakyat. Warga Tanjungpinang yang kecewa dengan gaya kepemimpinan Rahma berharap dia sadar diri dan mundur dari dunia politik.

“Rahma tak punya ide untuk membangun Tanjungpinang. Kepemimpinannya arogan, berlagak hebat, tapi tak ada kontribusi nyata. Rakyatnya malah dilawan,” kata sejumlah warga yang merasa tersakiti oleh kebijakan Rahma selama ini.

Kehilangan dukungan di Pilkada menjadi pukulan berat bagi Rahma, dan beberapa warga bahkan ingin mengingatkannya untuk “balik kampung”. Mereka percaya, dengan kekalahan ini, Rahma sudah saatnya untuk meninggalkan dunia politik dan kembali ke kehidupan biasa.

“Politik bukan tempat dia. Masyarakat Tanjungpinang tak menginginkan dia sebagai pemimpin,” kata warga dengan tegas.

Menurut mereka, kemenangan Syahrul-Rahma pada Pilkada 2018 bukanlah keberhasilan Rahma, melainkan keberuntungan. Kemenangan mereka karena ketokohan almarhum Syahrul yang sangat dihormati rakyat.

“Rahma hanya kebetulan berada di samping Syahrul. Kemenangan itu bukan karena dia, tetapi karena Syahrul,” ungkap warga dengan geram.

Dengan kekalahan ini, beberapa warga berharap Rahma bisa menerima kenyataan dan berhenti berusaha untuk kembali terjun ke dunia politik.

“Cobalah untuk introspeksi, Rahma. Jangan lagi paksakan diri untuk jadi pemimpin. Masyarakat Tanjungpinang sudah sangat kecewa dengan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang dan menyengsarakan yang lain,” ujar mereka.

Mereka berharap kekalahan ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Rahma, bahwa dunia politik bukanlah tempat bagi mereka yang tidak bisa mendengarkan suara rakyat dan hanya mementingkan ego pribadi.

“Sudah saatnya dia “balik kampung”, menyadari bahwa jabatan yang dulu dipegangnya hanya sekadar titipan yang telah habis masa berlakunya,” ungkap warga meluapkan kekecewaannya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *