Kronologi Pemakzulan Presiden Korea Selatan: Tudingan Korupsi yang Memicu Krisis Politik

SEOUL – Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, akhirnya dimakzulkan setelah serangkaian tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang mengguncang negeri itu. Proses pemakzulan ini menjadi salah satu momen paling dramatis dalam sejarah politik Korea Selatan, mencerminkan ketegangan yang semakin dalam antara pemerintahan dan publik.

Pemakzulan Park Geun-hye dimulai dengan munculnya kasus besar yang melibatkan temannya, Choi Soon-sil, yang diketahui memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan pemerintahan.

Choi, seorang wanita tanpa jabatan resmi di pemerintahan, diduga memanfaatkan kedekatannya dengan Presiden Park untuk memeras dana dari perusahaan-perusahaan besar Korea Selatan. Skandal ini mencuat pada akhir 2016 setelah laporan investigasi yang mengungkapkan hubungan gelap antara keduanya.

Pada saat yang sama, Park Geun-hye juga dituduh memberikan akses terhadap dokumen-dokumen penting negara kepada Choi dan memberi keuntungan pada perusahaan-perusahaan yang bersedia mendukungnya secara finansial.

Begitu skandal tersebut mencuat, protes besar-besaran mulai meletus di seluruh penjuru Korea Selatan. Ratusan ribu warga Seoul dan kota-kota lainnya turun ke jalan menuntut pengunduran diri Park Geun-hye.

Protes tersebut semakin membesar, dengan peserta yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pekerja hingga mahasiswa, yang menuntut adanya pertanggungjawaban atas penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang terjadi.

Penyelidikan pun dilakukan oleh jaksa penuntut umum yang akhirnya menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Park Geun-hye terlibat dalam beberapa kasus korupsi besar.

Salah satunya adalah dugaan penerimaan suap dari perusahaan raksasa Samsung yang terkait dengan keluarga konglomerat tersebut. Perusahaan-perusahaan ini diduga memberikan sumbangan kepada yayasan yang dikelola oleh Choi Soon-sil sebagai imbalan untuk kebijakan yang menguntungkan mereka.

Pada Desember 2016, Dewan Nasional Korea Selatan mulai mengajukan proses pemakzulan terhadap Presiden Park. Rapat paripurna yang berlangsung di parlemen menyoroti berbagai bukti yang menunjukkan bahwa Park telah melanggar hukum, baik dalam hal penyalahgunaan kekuasaan maupun penerimaan suap.

Proses pemakzulan dimulai dengan pemungutan suara di parlemen pada 9 Desember 2016. Sebanyak 234 dari 300 anggota parlemen memberikan suara mendukung pemakzulan, sementara 56 anggota menentang.

Ini menandai berakhirnya masa jabatan Park Geun-hye di tengah suasana politik yang semakin panas.

Setelah pemakzulan, kasus ini kemudian dibawa ke Pengadilan Konstitusional Korea Selatan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pengadilan tersebut memiliki waktu enam bulan untuk memutuskan apakah pemakzulan terhadap Park sah atau tidak.

Pada Maret 2017, setelah proses pengadilan yang panjang, Pengadilan Konstitusional Korea Selatan mengeluarkan keputusan yang memutuskan pemakzulan Park Geun-hye sah dan valid.

Keputusan ini memicu reaksi keras, dengan beberapa pendukung Park menyatakan ketidaksetujuan mereka, sementara banyak warga lainnya menyambut keputusan tersebut sebagai kemenangan bagi demokrasi dan penegakan hukum.

Setelah pemakzulan, Korea Selatan memasuki periode transisi yang panjang. Pemilihan presiden baru diadakan pada Mei 2017, di mana Moon Jae-in dari Partai Demokrasi Korea terpilih sebagai presiden baru dengan janji untuk memperbaiki situasi politik dan sosial yang terdampak oleh krisis ini.

Bagi Korea Selatan, pemakzulan Park Geun-hye bukan hanya sekadar sebuah peristiwa politik, tetapi juga merupakan simbol dari perjuangan melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Proses ini menegaskan pentingnya transparansi dalam pemerintahan dan memberi pesan kuat kepada seluruh dunia bahwa bahkan pemimpin tertinggi negara pun tidak kebal terhadap hukum. (Ist)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *