Tanjungpinang Bukan Lelah tapi Sedang Ngantuk dan Baru Bangun Hari Ini

Sebagain daerah pesisir Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan dari udara. (Foto: BG/JA-suarafakta.id)
Sebagain daerah pesisir Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan dari udara. (Foto: BG/JA-suarafakta.id)

BARU ENAM BULAN Lis Darmansyah dan Raja Ariza (Lis-Raja)memimpin, dan ternyata Tanjungpinang belum berubah menjadi Singapura mini atau Semarang rasa Seoul. Sungguh mengecewakan.

Padahal, kita semua tahu perubahan itu mestinya instan, seperti mie rebus. Tinggal siram air panas, tunggu tiga menit, langsung jadi. Kalau tidak bisa begitu, ya jelas salah pemimpin. Ini logika dasarnya.

Maka benarlah opini beberapa pihak yang mengeluh, “Kenapa belum ada perubahan drastis sejak Februari?” Sebuah harapan mulia, seperti meminta anak bayi langsung bekerja di kantor pajak.

Tapi jangan lah terlalu berlebihan menuntut hasil besar dalam waktu yang singkat, semua butuh waktu untuk bisa tumbuh. Jangan pula terburu-buru menilai atau mencela, karena perubahan yang hakiki tidak bisa dipaksakan secara instan, seperti sajian mie instant tadi.

Mari kita lihat satu persatu, saat ini APBD cekak karena kebijakan efisiensi, birokrasi yang montok lemak, UMKM megap-megap karena habis dilahap pandemi dengan program pemulihan dan pemberdayaan yang tidak tepat sasaran, yang diperparah perencanaan pembangunan yang dulu lebih bertumpu pada retorika tanpa analisa yang matang untuk pencapaian hasil yang lebih baik (cetak biru).

Tapi, lucunya, semua itu entah kenapa sekarang ditumpuk di pundak Lis Darmansyah sebagai Wali Kota Tanjungpinang. Seolah-olah beliau sebagai penyebab dari kemunduran dan keterpurukan yang dialami Tanjungpinang saat ini.

Mereka bilang Tanjungpinang lelah. Tapi lelah yang mana, ya? Apakah lelah karena sebelumnya berlari terlalu kencang? Atau lelah karena terlalu lama tidur siang tanpa mimpi?

Dan menariknya, banyak yang merindukan hal-hal yang tidak pernah ada. Katanya ingin pusat perbelanjaan megah, tapi saat investasi datang, berteriak “Selamatkan warung tetangga!”. Mau toko buku besar, tapi minat baca kalah dari minat bersantai. Ah, Tanjungpinang memang kota yang ingin maju, tapi tidak mau berubah.

Bandingkan lagi dengan Batam, sang adik tiri yang dari dulu memang lahir di lintasan pacu industri dan perdagangan. Lalu kenapa Tanjungpinang harus iri seperti mantan yang masih menyimpan album kenangan? Kalau Batam pelari maraton, jangan paksa Tanjungpinang jadi pelompat galah. Fokus saja membangun jalan untuk diri sendiri.

Bicara pariwisata, katanya Penyengat tak menarik bagi turis muda. Tapi mungkin masalahnya bukan di Penyengat, melainkan pada keyakinan. Turis milenial katanya ingin makan enak, belanja murah, dan wahana bermain.

Solusinya, apa Tanjungpinang perlu merubah Penyengat jadi taman bermain air dan membangun cafe rooftop berlampu neon. Bagaimana dengan budaya dan sejarah? Apa harus ditaruh sementara waktu di lemari, sambil tunggu tren TikTok budaya? Seperti Dika, joki cilik pacu perahu dari Kuansing, Riau, yang sedang viral dan mendunia.

Dan soal Little Hongkong yang tak jadi? Tenang. Hongkong asli juga sedang ketar-ketir. Tanjungpinang tak perlu dibandingkan dengan kota lain, yang justru penduduknya jauh lebih pusing. Maka dari itu, mari fokus saja membangun identitas sendiri, bukan meniru-niru branding sisa-sisa pidato masa lalu.

Kritik memang perlu, bahkan harus. Tapi jangan lupa, kritik tanpa konteks itu seperti menyalahkan petani karena hujan. Enam bulan bukan waktu yang cukup untuk membalik sejarah, bahkan mungkin tidak cukup untuk memetakan persoalan serta menyusun fondasi.

Namun itulah yang sedang dilakukan Lis-Raja. Dari membenahi birokrasi, merombak sistem tambal sulam agar program mencapai hasil yang baik, memberdayakan UMKM melalui program bantuan yang tepat sasaran, serta mendongkrak PAD bukan dengan angan-angan, tapi dengan strategi yang matang dan terencana.

Mereka lupa, pembenahan itu tak populer. Tidak seindah memotong pita, selfie di taman indah, atau membuat tagline bombastis. Tapi justru di situlah kerja kerasnya.

Kalau Tanjungpinang ini sedang mengantuk dalam waktu yang cukup lama, setidaknya Lis-Raja sudah mulai membangunkannya bukan meninabobokan seperti opini yang dibangun oleh pihak tertentu.

Jadi kalau hari ini Tanjungpinang belum sepenuhnya segar, bukan karena dia makin lelah. Tapi, karena dia baru bangun yang dibangunkan oleh Lis-Raja yang saat ini memimpin Tanjungpinang.

Mari kita dukung kepemimpinan keduanya, agar visi misi dan programnya dapat terlaksana sesuai harapan. Tanamkan keyakinan bahwa Tanjungpinang akan meraih kemakmuran dan kesejahteraan di bawah kepimpinan Lis-Raja. (BG/JA)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *